Jumat, 26 Maret 2021

akuntansi forensik “Tugas II”


 KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK DAN KODE ETIK KPK 

No

Kode Etik Akuntan Publik

Kode Etik KPK

1

Integritas :

bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.

Integritas :

Integritas merupakan kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku di Komisi.

2

Objektivitas :

tidak  mengompromikan  pertimbangan  profesional  atau  bisnis karena adanya  bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain.

Sinergi :

Sinergi adalah kesesuaian pemikiran dan cara pandang terhadap masalah pemberantasan korupsi dari pelaku-pelaku atau elemen-elemen organisasi yang berbeda.

3

Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional - untuk:  

(i)  Mencapai  dan  mempertahankan  pengetahuan  dan  keahlian profesional pada level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien  atau organisasi  tempatnya  bekerja memperoleh  jasa  profesional yang  kompeten, berdasarkan standar profesional dan standar  teknis  terkini  serta  ketentuan  peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 

(ii)  Bertindak sungguh-sungguh  dan  sesuai  dengan  standar profesional dan standar teknis yang berlaku.  

Keadilan :

Adil bermakna menempatkan hak dan kewajiban seseorang secara berimbang yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum.

4

Kerahasiaan :

menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesional dan bisnis.

Profesionalisme :

Profesionalisme merupakan kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsi secara baik yang membutuhkan adanya pengetahuan, keahlian, dan perilaku seseorang dalam bidang tertentu yang ditekuninya berdasarkan keilmuan dan pengalamannya.

5

Perilaku  Profesional :

mematuhi  peraturan perundang-undangan  yang  berlaku dan menghindari perilaku apapun yang diketahui oleh Anggota mungkin akan mendiskreditkan profesi Anggota.

Kepemimpinan :

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan dan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama yang telahditetapkan serta keberanian untuk mengambil keputusan tepat pada waktunya yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

Analisis : 

1.    Untuk yang pertama kode etik pada akuntan publik dan kode etik kpk yaitu sama-sama integritas yang artinya seorang akuntan dan kpk harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Berperilaku dan bertindak secara jujur dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan fakta dan kebenaran.

2.   Untuk yang kedua kode etik akunta publik dan kode etik kpk berbeda. Pada kode etik akuntan publik yang kedua yaitu objektivitas yang artinyaa Anggota tidak boleh melakukan aktivitas profesional jika suatu keadaan atau hubungan  terlalu  memengaruhi  pertimbangan profesionalnya  atas  aktivitas tersebut. Sedangkan pada kode etik kpk yang kedua yaitu sinergi yang artinya Saling berbagi informasi, pengetahuan, dan data untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi kecuali yangbersifat rahasia atau yang harus dirahasiakan.

3.   Untuk yang ketiga kode etik pada akuntan publik dan kode etik kpk berbeda. Pada kode etik akuntan publik yang ketiga yaitu kompetensi dan kehati-hatian profesional yang artinya pemberian  jasa  kepada  klien  dan  organisasi  tempatnya  bekerja  dengan kompetensi profesional  mensyaratkan  Anggota  untuk  menggunakan pertimbangan  yang  baik  dalam  menerapkan  pengetahuan  dan  keahlian profesional ketika melakukan aktivitas profesional. Sedangkan pada kode etik kpk yaitu keadilan yang artinya tidak bersikap diskriminatif atau menunjukkan keberpihakan dalam menjalankan tugasnya.

4.    Untuk yang keempat kode etik pada akuntan publik dan kode etik kpk berbeda. Pada kode etik akuntan publik yang keempat yaitu kerahasiaan yang artinya Tidak mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan bisnis di luar Kantor atau organisasi tempatnya bekerja tanpa  kewenangan  yang memadai  dan  spesifik,  kecuali  jika  terdapat hak atau kewajiban hukum atau profesional untuk mengungkapkannya. Sedangkan pada kode etik kpk yaitu profesionalisme yang artinya Bekerja sesuai prosedur operasional standar (Standard Operating Procedure/SOP).

5.     Untuk yang kelima kode etik pada akuntan publik dan kode etik kpk berbeda. Pada akuntan publik yang kelima yaitu perilaku profesional yang artinya Anggota  untuk  mematuhi  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku  dan menghindari perilaku apapun yang diketahui atau seharusnya diketahui yang dapat  mendiskreditkan  profesi. Sedangkan pada kode etik kpk yaitu kepemimpinan yang artinya saling menghormati dan menghargai sesama Insan Komisi dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan sehari-hari, serta tidak bertindak sewenang-wenang atau tidak adil atau bersikap diskriminatif terhadap bawahan atau sesama Insan Komisi.


Nama : Bethari Eka Sustikasari

Kelas : 4EB10

Npm : 21217209

N

Jumat, 19 Maret 2021

5 Website Lembaga Survei Terkait Peringkat Korupsi Di Indonesia

A. CPI (Corruption Perception Index)

Transparency International, sebuah organisasi internasional yang bertujuan melawan korupsi banyak mempublikasikan hasil survei terkait korupsi. Termasuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebuah publikasi tahunan yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi atau anggapan publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politik.

Pada web Corruption Perception Index di dapatkan hasil tahun 2020, New Zealand merupakan negara yang bersih dari korupsi, dengan mendapatkan ranking 1 dengan skor 88. Indonesia mendapati ranking 102 dengan skor 37. Ranking terakhir yaitu 172 diduduki oleh negara Somalia dengan skor 12, yang berarti Somalia merupakan negara dengan tingkat korupsi tertinggi.

  

B. GCB (Global Corruption Index)

Global Corruption Index yang berada di bawah naungan Global Risk Profile, yang menyoroti korupsi dan risiko kejahatan kerah putih lainnya seperti pencucian uang, pendanaan teroris, dan lain-lakn, serta risiko yang terkait dengan lingkungan, hak asasi manusia, dan kesehatan & keselamatan manusia (lebih dikenal sebagai risiko LST).  Data-data yang didapatkan oleh GCI diperoleh dari PBB, OECD, Bank Dunia, FATF, Transparansi Internasional, Organisasi Proyek Keadilan Dunia, The Economist Intelligence Unit, Institut Basel tentang Pemerintahan, dan Kemitraan Anggaran Internasional. 

Mencakup sebanyak 198 negara, dipantau oleh GCI, lembaga ini sangat menonjol karena pendekatan globalnya. Hasil yang menunjukkan eksposur risiko korupsi biasanya berasal dari sektor publik dan swasta. GCI juga mencakup masalah yang terkait dengan kejahatan kerah putih dan lebih khusus lagi untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme. GCI mengandalkan berbagai metode untuk mengumpulkan data yang mencerminkan berbagai cara yang tersedia untuk memperkirakan korupsi.

 

Indeks Korupsi Global bergantung pada berbagai entitas untuk penyediaan data mentah mereka, yaitu : 

  •          PBB
  •          The OECD
  •          Bank Dunia
  •          The FATF
  •          Transparansi Internasional
  •          Organisasi Proyek Keadilan Dunia
  •          Unit Intelijen Ekonom (EIU)
  •          Institut Basel tentang Pemerintahan
  •          Kemitraan Anggaran Internasional (IPB)


Indikator yang biasanya digunakan untuk mengumpulkan hasil yang terkait:

1) Suara warga dan Transparansi

2) Fungsi dan Efektivitas Pemerintah

3) Konteks Hukum

4) Konteks Politik

 

C. BPI  (Bribe Payers Index)

Bribe Payers Index (BPI) 2011 memberi peringkat pada 28 negara pengekspor terkemuka tentang kemungkinan bisnis multinasional yang mereka lakukan menggunakan suap saat beroperasi di luar negeri. Peringkat tersebut dihitung dari beberapa tanggapan para pengusaha terhadap dua pertanyaan di Survei Opini Eksekutif Forum Ekonomi Dunia.

Pertanyaan pertama menanyakan negara yang digunakan oleh asing untuk berbisnis, manakah perusahaan milik asing yang terbanyak melakukan bisnis. Pertanyaan kedua adalah: "Menurut pengalaman Anda, sejauh mana perusahaan dari negara yang Anda pilih melakukan pembayaran tambahan atau suap tanpa dokumen?" Jawaban harus diberikan dalam skala 1 (suap adalah hal biasa atau bahkan wajib) sampai 10 (suap tidak diketahui). Peringkat BPI adalah skor rata-rata, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan kemungkinan yang lebih rendah untuk menggunakan suap.

Ekspor global gabungan mereka mewakili 75 persen dari total dunia pada tahun 2006. Negara-negara yang telah membayar lebih sedikit suap memiliki BPI yang lebih tinggi. Indonesia berada pada peringkat 25 dengan rata-rata skor 7,1 diatas Mexico, Cina, dan Rusia. 

 

D. PERC (Political and Economic Risk Consultancy)

The Political & Economic Risk Consultancy (PERC) Limited adalah perusahaan konsultan yang berspesialisasi dalam memberikan informasi dan analisis bisnis strategis bagi perusahaan yang melakukan bisnis di Asia Timur dan Tenggara. PERC menghasilkan berbagai laporan risiko di negara-negara Asia, memberikan perhatian khusus pada variabel sosial-politik kritis seperti korupsi, risiko hak kekayaan intelektual, kualitas tenaga kerja, dan kekuatan sistemik lainnya dan kelemahan masing-masing negara Asia.

Menurut Laporan Intelijen Asia yang dirilis pada 2017, persepsi tentang korupsi di Asia rata-rata telah membaik dibandingkan dengan satu tahun yang lalu. Di bawah ini adalah bagan yang menunjukkan bagaimana negara lain telah bernasib. Nilai diskalakan dari nol hingga 10, dengan nol menjadi nilai terbaik dan 10 menjadi yang terburuk.

Dari 16 negara yang telah di survey, Singapura menduduki peringkat teratas. Singapura menjadi negara yang paling minim denga korupsi dengan skor 1,90. Peringkat yang didapatkan Indonesia yaitu peringkat 14 dengan skor 7,57. Angka tersebut berarti tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi. Akibat dari tinggi nya korupsi di Indonesia menyebabkan nilai mata uang di Indonesia menjadi jauh lebih rendah dibanding Singapura. Perlu adanya kesadaran bagi setiap warga negara Indonesia untuk tidak melakukan korupsi di kalangan manapun.

 

E. GCI (Global Competitiveness Index)

The Global Competitiveness Index mengintegrasikan ekonomi makro dan aspek atau usaha mikro dari daya saing tiap negara menjadi sebuah statistik tunggal. Laporan tersebut akan menilai kemampuan negara untuk memberikan tingkat kemakmuran yang tinggi kepada warga negaranya. Semua tergantung pada seberapa produktif suatu negara dapat mengelola dan menggunakan sumber daya yang tersedia dengan efektif dan efisien.

Indonesia berada peringkat 50 dengan skor 64,6. Hal ini menurun dari tahun sebelumnya, sedangkan tahun sebelum-sebelumnya hanya memposting 30 besar peringkat negara yang ada.

 



Sumber:

https://www.transparency.org/en/cpi/2020

https://risk-indexes.com/ 

https://www.transparency.org/en/content/download/9757/71853/version/1/file/BPI-2006-Analysis-Report-270906-FINAL.pdf 

https://www.cpib.gov.sg/research-room/political-economic-risk-consultancy

http://www3.weforum.org/docs/WEF_TheGlobalCompetitivenessReport2019.pdf

https://web.archive.org/web/20090326205427/http://www.weforum.org/en/initiatives/gcp/FAQs/index.htm diakses 16 Maret 2021. 

Jumat, 08 Januari 2021

BAB 12 MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

 BAB XII

PERHITUNGAN BESARNYA UPAH/GAJI

KEADILAN DAN KELAYAKAN DALAM PEMBERIAN KOMPENSASI


A.    Pengertian dan Faktor-Faktor

Pengertian Kompensasi

Kompensasi merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen sumber daya manusia karena kompensasi merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam hubungan kerja. Kasus yang terjadi dalam hubungan kerja mengandung masalah kompensasi dan berbagai segi yang terkait, seperti tunjangan, kenaikan kompensasi, struktur kompensasi, dan skala kompensasi. Dalam praktiknya masih banyak perusahaan yang belum memahami secara benar sistem kompensasi. Sistem kompensasi membantu dalam memberi penguatan terhadap nilai-nilai kunci organisasi serta memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi. Kompensasi adalah keseluruhan imbalan yang diberikan kepada para karyawan sebagai balasan atas jasa atau kontribusi mereka terhadap organisasi.

Menurut Prof. DR. H. Edy Sutrisno, M.Si dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia (2016:199) mengemukakan bahwa besar kecilnya kompensasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. 

Faktor-faktor yang memengaruhi besarnya kompensasi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Tingkat biaya hidup.

2.      Tingkat Kompensasi yang berlaku di perusahaan lain.

3.      Tingkat Kemampuan perusahaan.

4.      Jenis pekerjaan dan besar kecilnya tanggung jawab.

5.      Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6.      Peranan Serikat Buruh.

 

B.     Fungsi dan Tujuan Pemberian Konpensasi

Pemberian kompensasi mempunyai fungsi dan tujuan. Menurut pendapat Susilo Martoyo (1990:100), fungsi-fungsi pemberian kompensasi adalah:

 

1.      Pengalokasian Sumber Daya Manusia Secara Efisien. Fungsi ini menunjukkan bahwa pemberian kompensasi yang cukup baik pada karyawan yang berprestasi baik, akan mendorong para karyawan untuk bekerja dengan lebih baik dan ke arah pekerjaan-pekerjaan yang lebih produktif. Dengan kata lain, ada kecenderungan para karyawan dapat bergeser atau berpindah dari yang kompensasinya rendah ke tempat kerja yang kompensasinya tinggi dengan cara menunjukkan prestasi kerja yang lebih baik.

2.       Penggunaan Sumber Daya Manusia Secara Lebih Efisien dan Efektif. Dengan pemberian kompensasi yang tinggi kepada seorang karyawan mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan termaksud dengan seefisien dan seefektif mungkin. Sebab dengan cara demikian, organisasi yang bersangkutan akan memperoleh manfaat dan/ atau keuntungan semaksimal mungkin. Di sinilah produktivitas karyawan sangat menentukan.

3.      Mendorong Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi. Sebagai akibat alokasi dan penggunaan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan secara efisien dan efektif tersebut, maka dapat diharapkan bahwa sistem pemberian kompensasi tersebut secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi, dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi negara secara keseluruhan.

Tujuan Pemberian Kompensasi. 

Selain beberapa fungsi di atas, jelas kompensasi mempunyai tujuan-tujuan positif. Pendapat para pakar tentang tujuan pemberian kompensasi berbagai macam, namun pada prinsipnya sama. Adapun tujuan kompensasi menurut H. Malayu S.P. Hasibuan (2002:120) adalah sebagai berikut:

1.      Ikatan Kerja Sama. Dengan pemberian kompensasi terjadilah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

2.      Kepuasan Kerja. Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3.      Pengadaan Efektif. Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

4.      Motivasi. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.

5.      Stabilitas Karyawan. Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif, maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.

6.      Disiplin. Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar, maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari dan mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.

7.      Pengaruh Serikat Buruh. Dengan program kompensasi yang baik, pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.

8.      Pengaruh Pemerintah. Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum), maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

C.    Tantangan Yang Dihadapi Dalam Menetapkan Kompensasi

Metode penetapan gaji yang serasional apapun akan menghadapi tantangan-tantangan, seperti dikemukakan oleh Pangabean, antara lain:

1.      Standar gaji yang berlaku umum

Beberapa jabatan harus dibayar lebih dari yang seharusnya disebabkan olehdesakan pasar terutama untuk jabatan yang sulit diisi lowongannya.

2.      Kekuatan serikat buruh

Serikat buruh dapat menggunakan kekuatannya untuk memperoleh gaji yangsesuai dengan relative jabatannya.

3.      Produktivitas

Perusahaan harus memperoleh laba agar bisa tetap hidup, sebaliknya juga pegawaitidak akan digaji lebih dari pada kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.

4.      Kebijaksanaan gaji dan upah

Beberapa perusahaan memiliki kebijaksanaan yang menyebabkan mereka harusmengadakan penyesuaian terhadap gaji yang telah ditetapkan.

5.      Peraturan pemerintah.

Pemerintah turut campur dalam menentukan beberapa kebijakan yang berkaitandengan tenaga kerja seperti penentuan upah minimum rata-rata dan pembatasanusia kerja.

6.      Nilai yang sebanding dengan pembayaran yang sama

Setiap jabatan yang mempunyai nilai yang sama bagi organisasi harus dibayar sama.

 

D.    Keamanan dan Kesehatan Karyawan

Makin baik kondisi keamanan dan kesehatan, makin positif sumbangan mereka bagi organisasi/perusahaan.Pada umumnya, perusahaan memperhatikan masalah keamanan dan kesehatan karyawan  justru untuk memungkinkan terciptanya kondisi kerja yang lebih baik.Hal ini penting sekali terutama bagi bagian-bagian organisasi yang memiliki resiko kecelakaan tinggi.

Biasanya tanggung jawab pembinaan keamanan dan kesehatan karyawan tersebut terletak pada manajer operasional perusahaan atau organisasi yang bersangkutan, antara lain meliputi : 

  1. Pemeliharaan peraturan-peraturan keamanan
  2. Standar kesehatan serta pencatatan dan pelaporan kecelakaan
  3. Pengaturan program-program kesehatan dankeamanan
  4. Pengaturan suhu udara dalam ruang kerja, ventilasi dan keberhasilan lingkungan
  5. Program-program latihan keamanan bagi karyawan
  6. Pengaturan-pengaturan pencegahan kecelakaan kerja dan sebagainya

Kesehatan karyawan yang dimaksud di sini adalah kesehatan jasmani dan rohani sedangkan keamanan adalah keadaan karyawan yang terbebas dari rasa takut dan bebas dari segala kemungkinan kecelakaan kerja.

Upaya memelihara keamanan dapat dilakukan dengan :

  1.  Menggunakan mesin yang dilengkapin dengan alat pengaman.
  2. Menggunakan peralatan yang lebih baik.
  3. Mengatur lay out pabrik dan penerangan yang sebaik mungkin.
  4. Lantai-lantai, tangga-tangga dan lereng-lereng dijaga harus bebas dari air, minyak
  5. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara baik
  6. Menggunakan petunjuk-petunjuk dan peralatan-peralatan keamanan beserta larangan-larangan yang dianggap perlu
  7. Mendidik para karyawan  dalam hal keamanan
  8. Komite manajemen serikat pekerja untuk memecahkan masalah-masalah keamanan dan sebagainya.

 

Sumber :

https://agamns.wordpress.com/2019/11/28/pemberian-kompensasi/

http://gabunganmakalah.blogspot.com/2014/07/manajemen-kompensasi.html



Nama : Bethari Eka S

Kelas : 4EB10

Npm : 21217209

Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB 11 MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

 BAB XI

PENILAIAN PRESTASI KERJA


A.    Arti dan Pentingnya Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolak ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”.

Sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.

Penilaian atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisor atau atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus.

B.     Tujuan Dan Hal Yang Harus Diperhatikan Penilaian Prestasi Kerja

Secara garis besar terdapat dua Tujuan Utama PPK, yaitu :

1.      Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup :

a.       Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka.

b.       Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut.

c.       Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK dengan memberikan “peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang tidak memuaskan. (Michael Beer dalam French, 1986).

 

2.      Pengembangan tujuan (goal) organisasi, mencakup :

a.       Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan pengembangan potensi di masa yang akan datang.

b.      Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan perencanaan karier.

c.       Memotivasi pekerja

d.      Memperkuat hubungan atasan dengan bawahan.

e.       Mendiagnosis problem individu dan organisasi.

 

Aspek yang berpengaruh pada penetapan saat penilaian adalah :

·         Lama siklus dan tanggal penilaian

·         Tujuan penilaian :

    - Untuk komunikasi dan evaluasi : Kinerja saat ini atau periode kerjaĆ¼ Promosi : beberapa periode penilaian.

    - Untuk metode titik fokus : Seluruh karyawan dinilai pada periode yang sama biasanya akhir tahun.

 

C.    Unsur-Unsur Pelaksanaan Dalam Penilaian Prestasi Kerja

Menurut (Hasibun, 2002: 59) unsur-unsur penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

  1. Prestasi. Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat di hasilkan karyawan.
  2. Kedisiplinan. Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang diberikan kepadanya.
  3. Kreativitas. Penilaian kemampuan karywan dalam mengembangkan kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.
  4. Bekerja sama. Penilaian kesediaan karyawan berpartipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar sehingga hasil pekerjaannya lebih baik.
  5. Kecakapan. Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam- macam elemen yang terlibat dalam menyusun kebijaksanaan dan dalam situasi manajemen.
  6. Tanggung jawab. Penilaian kesediaan karyawan dalam memper tanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.

 

D.     Masalah dalam Penelitian

Menurut Mondy & Noe(2005) masalah yang berkaitan dengan penilaian kinerja adalah:

1.      Kurangnya objektivitas

Salah satu kelemahan metode penilain kinerja tradisional adalah kurangnya objektivitas. Dalam metode rating scale, misalnya, faktor-faktor yang lazim digunakan seperti sikap, loyalitas dan kepribadian adalah faktor-faktor yang sulit diukur. Penggunaan faktor-faktor yang terkait dengan pekerjaan (job related factors) dapat meningkatkan objektivitas.

 

2.      Bias “Hallo error”

Bias “Hallo error” terjadi bila penilai mempersepsikan satu faktor sebagai kriteria yang paling penting dan memberikan penilaian umum baik atau buruk berdasarkan faktor tunggal ini.

 

3.      Terlalu “longggar” terlalu “ketat”

Penilai terlalu “longggar” (leniency) kecenderungan memberi nilai tinggi kepada yang tidak berhak, penilai memberi nilai lebih tinggi dari seharusnya.

Penilai terlalu “ketat” (strictness) terlalu kritis atas kinerja seorang pekerja (terlalu “ketat” dalam memberikan nilai). Penilaian yang terlalu ketat biasanya terjadi bila manajer tidak mempunyai definisi atau batasan yang akurat tentang berbagai faktor penilaian.

 

4.      Kecenderungan memberikan nilai tengah

Kecenderungan memberi nilai tengah (Central tendency), terjadi bila pekerja di beri nilai rata-rata secara tidak tepat atau di tengah-tengah skala penilaian, Biasanya, penilai memberi nilai tengah karena ingin menghindari kontroversi atau kritik.

 

5.      Bias perilaku terbaru

Bias perilaku terbaru (recent behavior bias) , perilaku atau kinerja yang paling akhir akan lebih mudah diingat daripada perilaku yang telah lama. Penilai cenderung lebih banyak menilai kinerja yang tampak menjelang atau pada saat proses penilaian dilakukan. Seharusnya penilaian kinerja mencakup periode waktu tertentu.

 

6.      Bias pribadi (stereotype)

Penyelia yang melakukan penilaian bisa saja memiliki bias yang berkaitan dengan karakteristik pribadi pekerja seperti suku, agama, gender atau usia. Meskipun ada peraturan atau undang-undang yang melindugi pekerja, diskriminasi tetap menjadi masalah dalam penilain kinerja.


Nama : Bethari Eka S

Kelas : 4EB10

Npm : 21217209

Manajemen Sumber Daya Manusia