MAKALAH
PEREKONOMIAN
INDONESIA
“INDUSTRIALISASI DI
INDONESIA”
Disusun Oleh:
·
Bethari Eka Sustikasari (21217209)
·
Hariz Jusuf (22217680)
·
Utari Wibowo Putri (26217046)
Kelas 1EB04
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
Mata Kuliah :
Perekonomian Indonesia
Dosen : Maulana
Syarif Hidayatullah
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia yang diberikan-Nya, sehingga makalah ini dapat tersusun tepat waktu
hingga selesai. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada teman teman yang telah
berkintribusi dalam pembuatan makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambyah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Depok, 27 Mei 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
2.
Rumusan Masalah
3.
Tujuan Penulisan
BAB II ISI
Industrialisasi Di
Indonesia
2.1
Konsep Dan Tujuan Industrialisasi
2.2
Faktor-Faktor Pendorong Industrialisasi
2.3
Perkembangan Sektor Industri Manufaktor Nasional
2.4
Permasalahan Industrialisasi
2.5 Strategi Pembangunan Sektor
Industri
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
BAB IV REFERENSI
Daftar
Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Lahirnya industrialisasi adalah adanya revolusi.
Dimulai dari sejarah revolusi industri, Revolusi Industri adalah perubahan
teknologi, sosial ekonomi dan budaya pada akhir abad ke 18 dan awal abad ke 19
di Inggris dengan perkenalan mesin uap (dengan menggunakan batu bara sebagai
bahan bakar) dan ditenagai oleh mesin (terutama dalam produksi tekstil). Efek
budayanya menyebar ke seluruh Eropa Barat dan Amerika Utara, kemudian
mempengaruhi seluruh dunia. Efek dari perubahan ini di masyarakat Neolitikum
ketika pertanian mulai dilakukan dan membentuk peradaban, menggantikan
kehidupan nomadik, sangat besar dan seringkali dibandingkan dengan revolusi
kebudayaan masa itu. Istilah “Revolusi Industri” diperkenalkan oleh Friedrich
Engels dan Louis-Auguste Blanqui dipertengahan abad ke 19.
1.2
Rumusan Masalah
2.1. Menjelaskan Tentang Konsep Dan Tujuan
Industrialisasi
2.2. Menjelaskan Tentang Faktor-Faktor Pendorong
Industrialisasi
2.3. Menjelaskan Tentang Perkembangan Sektor Industri
Manufaktor Nasional
2.4. Menjelaskan
Tentang Permasalahan Industrialisasi
2.5. Menjelaskan
Tentang Strategi Pembangunan Sektor Industri
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Agar Mengerti Tentang Konsep Dan Tujuan
Industrialisasi
2.
Agar Mengerti Tentang Faktor-Faktor Pendorong
Industrialisasi
3.
Agar Mengerti Tentang Perkembangan Sektor Industri
Manufaktor Nasional
4.
Agar Mengerti Tentang Permasalahan Industrialisasi
5.
Agar Mengerti Tentang Strategi Pembangunan Sektor
Industri
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Menjelaskan Tentang Konsep Dan Tujuan Industrialisasi
a.
Konsep Industrialisasi
Industrialisasi
adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang merubah sistem pencaharian
masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa
diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang
meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan
yang semakin tinggi. Industrialisasi termaksud salah satu strategi
jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi.
Konsep
industrialisasi adalah suatu proses interkasi antara perkembangan
teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi dan sosial, dimana
masyarakat ditransformasikan dari tahap atau keadaan pra industry ketika
akumulasi modal per kapita itu rendah. Awal konsep industrialisasi adalah
Revolusi industri abad 18 di Inggris kemudian Penemuan metode baru dlm
pemintalan dan penemuan kapas yg menciptakan spesialisasi produksi dan
peningkatan produktivitas faktor produksi.
b.
Tujuan Industrialisasi
Tujuan pembangunan industri nasional
baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi
permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi
permasalahan secara nasional, yaitu :
1.
Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
2.
Meningkatkan
ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
3.
Memberikan
sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
4.
Mendukung
perkembangan sektor infrastruktur.
5.
Meningkatkan
kemampuan teknologi.
6.
Meningkatkan
pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
7.
Meningkatkan
penyebaran industri.
2.2. Menjelaskan Tentang Faktor-Faktor Pendorong
Industrialisasi
Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi
1.
KONDISI
DAN STRUKTUR AWAL EKONOMI DALAM NEGERI
Suatu Negara yang pada awal
pembangunan ekonomi atau industrialisasinya sudah memiliki industri-industri
primer atau hulu seperti besi dan baja, semen, petrokimia, dan
industri-industri tengah(Antara hulu dan hilir), seperti industri barang
modal(mesin) dan alat-alat produksi yang relatif kuatakan mengalami proses
industrialisasi yang lebih pesat dibandingkan Negara yang hanya memiliki
industri-industri hilir atau ringan.
2.
BESARNYA
PASAR DALAM NEGERI YANG DITENTUKAN OLEH KOMBINASI ANTARA JUMLAH POPULASI DAN
TINGKAT PN RIIL PER KAPITA
Pasar dalam negeri yang besar, seperti
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang merupakan salah satu
faktor perangsang bagi pertumbuhan kegiatan-kegaiatan ekonomi, termasuk
industri, karena pasar yang besar menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi
dalam proses produksi(dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya
mendukung). Jika pasar domestic kecil, maka ekspor merupakan alternatif satu”
nya untuk mencapai produksi optimal.
3.
CIRI
INDUSTRIALISASI
Yang dimaksud disini adalah antara
lain cara pelaksanaan industrialisasi, seperti misalnya tahapan dari dari
implementasi, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan sektor
industri, dan insentif yang diberikan, termasuk insentif kepada investor.
4.
KEBERADAAN
SDA
Ada kecenderungan bahwa Negara-negara
yang kaya SDA, tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif
lebih rendah, dan Negara tersebut cenderung tidak atau terlembat melakukan
industrialisasi atau prosesnya berjalan relatif lebih lambat dibandingkan
Negara-negara yang miskin SDA.
5.
KEBIJAKAN
STRATEGI PEMERINTAH
Pola industrialisasi di Negara yang
menerapkan kebijakan subtitusi impor dan kebijakan perdagangan luar negeri yang
protektif(seperti Indonesia terutama selama pemerintahan Orde Baru hingga krisis
terjadi) berbeda dengan di Negara yang menerapkan kebijakan promosi ekspor
dalam mendukung industri nya.
2.3. Menjelaskan Tentang Perkembangan Sektor Industri
Manufaktor Nasional
Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Sektor
industri manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat
pesat dalam tiga dekade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan
sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous
economic karena kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hingga 1995,
industri manufaktur merupakan contributor utama. Untuk melihat sejauh mana
perkembangan industri manufaktur di Indonesia selama ini, perlu dilihat
perbandingan kinerjanya dengan sektor yang sama di Negara-negara lain.
Dalam kelompok
ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap
pembentukan PDB di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan
output rata-ratanya termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur
ini menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi
yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.
Pengembangan Industri Rakyat
Untuk
memberdayakan ekonomi rakyat, pemerintah dapat mengarahkan langkah strategis di
bidang perindustrian dengan mengembangkan industri-industri rakyat yang terkait
dengan industry besar. Industri-industri kecil dan menengah yang kuat menjadi
tulang punggung industry nasional. Dalam realisasinya, proses
industrialilasinya harus mengarah ke daerah pedesaan dengan memanfaatkan
potensi setempat yang umumnya agro industri. Di sinilah perlunya, penguasaan
teknologi tepat guna.
Namun dalam
proses ini harus dihindari penggusuran ekonomi rakyat dengan perluasan industry
berskala besar yang mengambil lahan-lahan subur, merusak lingkungan, menguras
sumber daya alam dan mendatangkan tenaga kerja dari luar. Hal-hal demikian
dapat menimbulkan luka dihati rakyat daerah yang bersangkutan.
Bangkitnya konsep ekonomi kerakyatan
memang menuntut ketersediaan teknologi tepat guna yang sifatnya sederhana,
handal, dan tidak capital intensif. Teknologi tepat guna ini diharapkan mampu
memberdayakan banyak usaha/industri kecil dan menengah serta koperasi untuk
ikut ambil bagian dalam proses ekonomi produktif. Sebagai perbandingan, di RRC
dan India, teknologi tepat guna secara ekstensif digunakan untuk mengolah
hasil-hasil pertanian. Di Indonesia juga membutuhkan pemanfaatan serupa.
Produk-produk agrobisnis; pertanian dan perkebunan diyakini membutuhkan
teknologi tepat guna agar dapat diproses oleh usaha/industry kecil dan
menengah.
Ada dua
manfaat sekaligus yang dapat dipetik dalam pengembangan teknologi tepat guna.
Pertama, industri teknologi tepat guna tumbuh, masyarakat menguasai seni
membuat produk teknologi tepat guna. Budaya teknologi, pada gilirannya, tumbuh
dan melekat pada sebagian masyarakat. Ini penting guna menjadi pijakan saat
bangsa tersebut ingin melangkah menjadi bangsa yang berteknologi canggih.
Kedua, kecakapan membuat teknologi tepat guna menghasilkan penguasaan proses
produksi selain produk yang unggul dikelasnya. Selain bisa memenuhi kebutuhan
sendiri, produk ini laku sebagai komoditas ekspor.
Pengembangan teknologi tepat guna juga
penting untuk meningkatkan produk usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang
industri rumah tangga (home industry). Peningkatan produk juga akan menambah
peningkatan keuntungan industri. Selanjutnya hal ini akan membawa berkah bagi
peningkatatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.
Gambaran
diatas menunjukkan betapa kebijakan teknologi seperti ini menghasilkan efek
yang multiguna, yakni menyebarluaskan tradisi teknologi yang terjangkau dari
segi biaya maupun kecakapan. Disamping itu, kebutuhan untuk menggerakkan
ekonomi rakyat pun mendapatkan infrastruktur penting dalam hal ini teknologi
yang kukuh.
Sector industry diyakini sebagai
sector yang dapat memimpin sector-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju
kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (terms of
trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang
lebih besar dibandingkan produk-produk sector lain. Hal ini disebabkan karena
sector industry memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu
memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku bisnis
(produsen, penyalur, pedagang, dan investor) lebih suka berkecimpung dalam
bidang industry karena sector ini memberikan marjin keuntungan yang lebih
menarik. Beusaha dalam bidang industry dan berniaga hasil-hasil industry juga
lebih diminati karena proses produksi serta penanganan produknya lebih bisa
dikendalikan oleh manusia, tidak terlalu bergantung pada alam semisal musim
atau keadaan cuaca.
Industrialisasi dianggap sebagai “obat
mujarab” (panacea) untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi di negara-negara
berkembang. Hasil pembangunan paling nyata yang dapat dilihat di
negara-negara maju dan kemudian banyak dijadikan cermin pola pembangunan oleh
negara-negara berkembang adalah kadar keindustrian perekonomian, yang dianggap
merupakan sumber kekayaan, kekuatan, dan keadaan seimbang negara-negara maju.
Atas dasar itu. Tidaklah mengherankan jika sebagian negara miskin
beranggapan bahwa pengembangan sector industry merupakan obat yang sangat ampuh
untuk memperbaiki keadaan mereka.
Sedikit sekali
negara-negara berkembang yang menyadari bahwa usaha untuk memajukan dan
memperluas sector industry haruslah sejajar dengan pembangunan dan pengembangan
sector-sektor lain, terutama sector pertanian. Sector pertanian yang lebih maju
dibutuhkan oleh sector industry, baik sebagai penyedia masukan maupun sebagai
pasar bagi produk-produk industry setiap peningkatan daya beli petani akan
merupakan rangsangan bagi pembangunan sector industry pula. Jadi, kelancaran
program industrialisasi sebetulnya bergantung pula pada perbaikan-perbaikan di
sector-sektor lain, dan seberapa jauh perbaikan-perbaikan yang dilakukan mampu
mengarahkan dan bertindak sebagai pendorong bagi kemunculan industry-industri
baru. Dengan cara demikianlah kebijaksanaan yang ditempuh akan dapat mewujudkan
mekanisme saling dukung antarsektor. Dalam dialetika-sektoral
pertanian-industri, itu berarti bahwa harus tercipta suatu keadaan dengan mana
surplus tenaga kerja di sector pertanian dapat tertarik ke sector industry agar
sector pertanian menjadi lebih efisien, sehingga dapat menjadi pasar yang lebih
efektif bagi sector industri.
2.4. Menjelaskan Tentang Permasalahan
Industrialisasi
Permasalahan Industri
indonesia
Indonesia
adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang besar pula,hal ini bisa
menjadi salah satu faktor pertumbuhan industri di negara ini,tetapi berbagai
isu- isu yang berkembang sebagai salah satu dampak era globalisasi sangat
berpengaruh terhadap iklim industri di indonesia,kendala dan permasalahan yang terjadi
itu antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Konsentrasi Industri Secara Geografis
Industri
Indonesia terkonsentrasi secara geografis ke Kabarin (Kawasan Barat Indonesia),
yaitu Jawa dan Sumatra.
Pembangunan industri
dan aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir
cenderung bias ke pulau Jawa dan Sumatra.
Industri manufaktur Indonesia cenderung terkonsentrasi
secara
spasial di Jawa sejak tahun 1970-an (Aziz, 1994, Hill, 1990).
dengan kondisi
ini,daerah-daerah lain seakan-akan menjadi daerah yang di anak tirikan,padahal
di indonesia memiliki 5 pulau besar yang ke semuanya memiliki potensi untuk di
jadikan sebagai kawasan industri.
Tidak
meratanya pembangunan industri di indonesia menyebabkan dampak sentralisasi
yang juga akan menyebabkan kepadatan penduduk di suatu daerah.
2.
Tingginya impor di indonesia
Hampir
semua industri Indonesia memiliki kandungan impor (import content) bahan baku
dan bahan setengah jadi yang relatif tinggi. Import content industri padat
modal lebih tinggi daripada industri padat karya.
Tingginya
kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri, yang
berkisar antara 28-30 persen antara tahun 1993-2002.
Inilah yang
barangkali menjelaskan mengapa melemahnya nilai rupiah terhadap dolar
tidak langsung
menyebabkan kenaikan ekspor secara signifikan.
Relatif
tingginya kandungan impor bahan baku dan penolong mencerminkan bahwa upaya
peningkatan pendalaman industri masih perlu digalakkan. Dengan kata lain,
industri pendukung dan terkait, khususnya industri komponen dan hulu, masih
belum kokoh dalam menopang struktur industri Indonesia.
Implikasinya,
strategi substitusi impor untuk industri andalan Indonesia agaknya perlu
diprioritaskan.
Sebenarnya
pihak pemerintah dalam hal ini sudah melakukan berbagai macam cara,di antaranya
yaitu dengan melaksanakan program padat karya,ataupun berbagai program yang di
lakukan oleh pemerintah,yaitu dinas koperasi dan UKM.
berbagai macam cara
ini tiada lain adalah untuk meningkatkan daya saing produk dalan negeri.
semoga usaha yang di
lakukan pihak pemerintah ini dapat di imbangi oleh pelaku-pelaku industri,ga
cuma hisapan jempol belaka.amin....
3.
Dualisme Industri
Dualisme
industri Indonesia terus berlanjut: Industri kecil mendominasi dari sisi unit
usaha (99%) dan penyerapan tenaga kerja (60%), namun menyumbang hanya 22%
terhadap nilai tambah. Sebaliknya industri besar dan menengah,yang jumlah unit
usahanya hanya kurang dari 1%, menyerap tenaga kerja 40% dan menyumbang nilai
tambah 78%.Sementara itu, kontribusi UKM thd PDB sebesar 54-57%, sedang UB
sekitar 42-46% selama tahun 2002-2005.
4.
Belum Membaiknya Iklim Investasi
Iklim
investasi di Indonesia masih memiliki banyak kendala. Selama 2003 hingga 2006,
kendala terbesar bagi para pelaku bisnis adalah ketidakstabilan kondisi ekonomi
makro
dan ketidakpastian
kebijakan ekonomi cenderung menurun. Artinya, pelaku bisnis melihat adanya
perbaikan lingkungan makro dan kebijakan ekonomi.
Namun,
kendala lain yang cenderung memburuk adalah infrastruktur (transportasi dan
listrik), tenaga kerja (regulasi ketenagakerjaan nasional maupun daerah, keterampilan
dan pendidikan pekerja). Kendala yang cenderung membaik di mata pelaku bisnis
adalah kebijakan perdagangan dan bea cukai, akses terhadap modal, keamanan, perizinan
baik nasional maupun lokal, biaya modal, tarif dan administrasi pajak, konflik
dan sistem hukum, dan korupsi pada skala lokal maupun nasional.
5.
Ekonomi Biaya Tinggi
Berbagai
pungutan, baik resmi maupun liar, yang harus dibayar perusahaan kepada para
petugas, pejabat, dan preman masih berlanjut. Berdasarkan survei di Batam,
Jabotabek, Bandung-Cimahi, Jepara-Pati, Surabaya-Sidoarjo, Denpasar, Kuncoro et
al. (2004) menunjukkan masih adanya uang pelicin (grease money) dalam bentuk
pungli,upeti dan biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dari sejak
mencari bahan baku, memproses input menjadi output, maupun melakukan ekspor. Lebih
dari separuh responden berpendapat bahwa pungli, perijinan oleh pemerintah
pusat dan daerah,
kenaikan tarif (BBM, listrik, dll.) merupakan
kendala utama yang dihadapi para pengusaha, terutama yang berorientasi ekspor.
Rata-rata
persentase pungli terhadap biaya ekspor setahun adalah 7,5%,yang setara dengan
total Rp 3 trilyun atau sekitar $153 juta (Kuncoro, 2006).Lokasi yang dituding
rawan terhadap pungli terutama jalan raya dan pelabuhan.Dengan dalih untuk
meningkatkan pendapatan daerah (PAD), pemerintah daerah menerapkan beberapa
pungutan, pajak, sumbangan sukarela dan pembatasan-pembatasan yang ditujukan
kepada investor dan kegiatan bisnis. Usaha tersebut ternyata mengakibatkan
distorsi perdagangan dan tidak sesuai dengan UU No. 34/2000.Situasi saat ini
menyebabkan lebih banyak kekhawatiran, khususnya di kalangan investor domestik
dan asing, Pemerintah Daerah bersikeras akan hak atas kepemilikan saham
pelabuhan dan pajak dari perusahaan asing yang beroperasi di daerah mereka,
khususnya perusahaan-perusahaan pertambangan. Fanatisme sektoral mulai bergeser
menjadi fanatisme daerah yang overdosis.
jika hal ini tidak di
atasi dan bahkan membudaya,maka bukan tidak mungkin bahwa investor akan melirik
negara lain untuk berinvestasi,seperti thailand dan filipina,bahkan malaysia.
2.5. Menjelaskan Tentang Strategi Pembangunan Sektor
Industri
STRATEGI PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI
Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan
pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan dan
cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di
dalam negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan
produk luar, dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya
perkembangan teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi,
semakin singkatnya masa edar produk, serta semakin rendahnya margin keuntungan.
Dalam melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut merupakan
kenyataan yang harus dihadapi serta harus menjadi pertimbangan yang menentukan
dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan, sekaligus merupakan paradigma
baru yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses
industrialisasi negaranya.
Atas dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam
pembangunan industri Indonesia harus dapat menjawab tantangan globalisasi
ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang
cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua
negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri pada masa depan adalah
membangun daya saing sektor industri yang berkelanjutan di pasar domestik.
Dalam situasi yang seperti itu, maka untuk mempercepat proses
industrialisasi, menjawab tantangan dari dampak negatif gerakan globalisasi dan
liberalisasi ekonomi dunia, serta mengantisipasi perkembangan di masa yang akan
datang, pembangunan industri nasional memerlukan arahan dan kebijakan yang
jelas. Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan, kemana dan seperti apa bangun
industri Indonesia dalam jangka menengah, maupun jangka panjang.
Untuk menjawab dan mengantisipasi berbagai masalah,
issue, serta tantangan di atas, Departemen Perindustrian telah menyusun
Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang telah disepakati oleh berbagai
pihak terkait, dimana pendekatan pembangunan industri dilakukan melalui Konsep
Klaster dalam konteks membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Sesuai
dengan kriteria daya saing yang ditetapkan untuk kurun waktu jangka menengah
(2005-2009) telah dipilih pengembangan klaster industri inti termasuk
pengembangan industri terkait dan industri penunjang.
Strategi industrialisasi
1. Strategi Subtitusi Impor
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan
produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan
Pertimbangan menggunakan strategi ini:
·
Sumber daya alam & Faktor
produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
·
Potensi permintaan dalam negeri
memadai
·
Sebagai pendorong perkembangan
industri manufaktur dalam negeri
·
Kesempatan kerja menjadi luas
·
Pengurangan ketergantungan impor,
sehinga defisit berkurang
2.
Strategi promosi ekspor (outward
Looking)
Beorientasi ke
pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam
negeri yang memiliki keunggulan bersaing. Rekomendasi agar
strategi ini dapat berhasil :
·
Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang
merefleksikan kelangkaan barang baik di pasar input
maupun output
·
Tingkat proteksi impor harus rendah
·
Nilai tukar harus realistis
·
Ada insentif untuk peningkatan ekspor
3. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di
Indonesia
·
Industry manufaktur nasional
tidak berkembang baik selama orde baru
·
Ekspor manufaktur Indonesia
belum berkembang dengan baik
·
Kebijakan proteksi yang
berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
·
Teknologi yang digunakan
oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi
4. Kebijakan industrialisasi
Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar
negeri lebih bebas dan sederhana
Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan
Negara dan kebijakan pemerintah
untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN.
BAB
III
KESIMPULAN
Dampak
positif industrialisasi dalam konteks globalisasi saat ini telah diketahui
yakni meningkatkan produktivitas melalui peningkatan efisiensi. Namun dampak
negatifnya masih banyak diperdebatkan orang, terutama kaitannya dengan
kerusakan lingkungan. Ketika sebuah bangsa menggantungkan hidupnya kepada
pertanian, maka masalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh masyarakat
yang hidup dengan bertani belum begitu mengemukakan dalam berbagai pembahasan.
Lain masalahnya, ketika proses industrialisasi tengah berjalan, maka dampak
positifnya rakyat banyak tak lagi terlalu menggantungkan hidupnya pada sumber
alam yang langsung digali atau dimanfaatkan.
Dari
sudut pandang kepentingan perekonomian suatu bangsa, industrialisasi memang
penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas. Namun,
industrialisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu
strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna
mencapai tingkat pendapatan perkapita tinggi. Tahapan ini diwujudkan secara
historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam
permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja.
BAB
IV
REFERENSI
http://srisukmawati97.blogspot.com/2015/04/strategi-pembangunan-sektor-industri.html
NAMA : Bethari Eka Sustikasari
KELAS : 1EB04
NPM : 21217209
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar